Pendahuluan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan masalah Kesehatan yang perlu diwaspadai di Indonesia. Dalam Diabetes Atlas (2015), International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan diabetes mellitus sebagai “Global Emergency”. Menurut IDF, penyandang diabetes di seluruh dunia pada tahun 2015 adalah 1:11 atau setara dengan 415 juta penduduk yang memiliki diabetes. Di Kawasan Pasifik Barat yang mencakup Tiongkok sampai Australia, termasuk Indonesia, pada saat ini terdapat sekitar 153 juta penduduk dengan DM. Dengan melihat kecenderungan yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2040 jumlah orang dengan DM akan mencapai 214,8 juta di Pasifik Barat dan sekitar 642 juta di seluruh dunia.
Dalam pembahasan mengenai retinopati diabetik (RD), topik diabetes mellitus (DM) merupakan topik yang wajib untuk dibahas. Seperti kita ketahui bersama, pasien dengan diabetes mellitus adalah individu yang memiliki kadar gula darah tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena individu tersebut tidak dapat memproduksi cukup insulin atau memiliki respon insulin yang kurang baik di dalam tubuhnya, sehingga kadar gula darah tetap tinggi. Pada saat ini, DM diklasifikasikan dalam empat kelompok. Pertama, tipe 1 (T1DM), adalah jenis diabetes yang terjadi karena kerusakan sel beta pancreas sebagai penghasil insulin dan rentan terhadap terjadinya ketoasidosis, dapat berkaitan dengan proses autoimmune atau etiologi kerusakan sel beta yang belum diketahui. Tipe kedua, tipe 2 (T2DM), adalah jenis diabetes yang paling banyak ditemukan, termasuk di Indonesia. Tipe ini terjadi karena hilangnya kemampuan sekresi insulin secara progresif, yang didasari oleh kondisi resistensi insulin, tipe ketiga adalah DM gestasional, yang merupakan intoleransi glukosa yang terdeteksi selama kehamilan. Tipe keempat adalah merupakan peningkatan gula darah yang terjadi karena kondisi-kondisi tertentu, antara lain kelianan genetika, penyakit pada pancreas lainnya, ganggutan hormonal tertentu, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Prevalensi
Retinopati diabetik (RD) adalah salah satu komplikasi diabetes mellitus (DM) dan merupakan penyakit retina yang menyebabkan gangguan kebutaan global yang penting. Retinopati diabetik merupakan penyebab 1 persen kebutaan secara global. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat sedunia, merupakan salah satu penyumbang dari prevalensi RD secara global sebesar 34,6 persen dari populasi penyandang diabetes. Retinopati diabetik di Indonesia merupakan komplikasi nomor dua terbanyak setelah neuropati diabetik berdasarkan studi yang dilakukan oleh PERKENI tahun 2011. Terdapat 8,8 juta penyandang diabetes di Indonesia yang diproyeksikan akan meningkat menjadi 21,3 juta di tahun 2030, sehingga diperkirakan jumlah pasien RD juga akan meningkat. Pada saat ini terdapat 237 juta orang di seluruh dunia yang mengalami diabetes. Diabetes menjadi penyebab utama kebutaan pada usia 20 -65 tahun, dengan prevalensi kebutaan akibat RD di negara-negara Barat berkisar antara 1,6 -1,9 per 100 ribu populasi. Penyandang DM Tipe 1 atau insulin dependent beresiko 70 persen untuk terjadinya RD. sementara pada DM Tipe 2 atau non insulin independent beresiko terjadinya RD adalah 39 persen. Untuk pencegahan kebutaan, penanganan terhadap RD harus segera dilakukan. Walaupun penderita RD tidak selalu langsung menjadi buta, akan tetapi penglihatannya memburuk secara signifikan.
Patogenesis
Diabetes Mellitus ditandai dengan adanya hiperglikemik kronik yang berhubungan dengan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang terjadi karena kekurangan insulin. Hiperglikemik ini akan menciptakan keadaan metabolic sorbitol intracellular, retinal free radical, dan juga glycated end product dari metabolism, hingga akhirnya menyebabkan gangguan mikroangiopati ini akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut seperti perdarahan intraretinal, edema, aksudat. Pada akhirnya DM akan mengarah kepada terjadinya oklusi mikrovaskuler, iskemia, abnormalitas mikrovaskular intraretinal, neovaskularisasi, dan perdarahan vitreus akibatnya pecahnya neovaskular, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya fibrosis dan traksi pada retina.
Klasifikasi
Klasifikasi RD adalah non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). Apabila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat, NPDR akan cepat berkembang menjadi PDR. Baik pada NPDR dan PDR dapat terjadi Diabetic Macular Edema (DME), sebagai penyebab utama penurunan visus atau penglihatan. Adapun faktor risiko terjadinya RD terbagi menjadi consistent risk factor (lamanya DM, hiperglikemia HbA1C, hipertensi, hyperlipidemia, kehamilan, nephropathy) dan less consistent factor (obesitas, merokok, alcohol, dan inaktivitas fisik).
Gejala dan Penegakkan Diagnosis
Pada awalnya RD tidak menunjukkan gejala yang berarti. Tapi seiring waktu cepat atau lambat pasti akan menimbulkan gejala dan umumnya terjadi pada kedua mata, gejala retinopati diabetik, antara lain: penglihatan menurun secara bertahap, tampak bercak hitam pada penglihatan, tampak ada seperti benda terbang (floaters), penglihatan berbayang, nyeri pada mata atau mata merah.
Untuk dapat menentukan RD, dokter mata akan melihat bagian dalam bola mata (retina) pasien dengan alat khusus, yaitu oftalmoskop (funduskopi) atau Lensa 78D dan 90D, Foto Fundus (untuk mendokumentasikan hasil RD), B Scan Ultrasonography, dan Optical Coberence Tomography (OCT) adalah pemeriksaan yang akan memberikan gambaran ketebalan retina. Melalui OCT akan dapat diketahui juga neovaskularisasi, mikroaneurisma, dan melalui OCT ini akan dapat diketahui keberhasilan pengobatan.
Penatalaksanaan dan Komplikasi
Penatalaksanaan RD tergantung pada tingkat keparahannya, pada dasarnya ada 2 yaitu terapi sistemik seperti mengontrol gula darah, pengendalian tekanan darah, mengatur lipid (lemak) darah serta Terapi okuler seperti laser fotokoagulasi, farmakologis, vitrektomi.
Apabila tidak segera diobati, pembuluh darah yang tumbuh secara tidak normal di retina dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius, bahkan kebutaan. Beberapa komplikasi RD yang sering terjadi adalah Perdarahan Vitreus, Ablatio Retina (lepasnya retina), Glaukoma, dan Kebutaan.
Kesimpulan
Pada prinsipnya, tatalaksana DM yang utama adalah mencapai kendali gula darah yang baik sehingga kejadian komplikasi dapat dicegah. Kunci untuk menangani diabetes beserta komplikasinya, antara lain RD adalah dengan melakukan deteksi sedini mungkin. Apabila seseorang terlanjur memiliki diabetes, sebaiknya terdiagnosa sejak awal sebelum komplikasi terjadi. Namun demikian, apabila sudah terjadi kompliasi, harus segera ditangani atau dikelola agar tidak sampai menurunkan kualitas hidup. Pihak-pihak terkait, baik dokter, ataupun perawat, perlu mengedukasi Masyarakat untuk menjalani pemeriksaan diabetes, khususnya bagi mereka yang memiliki faktor risiko. Untuk mengatasi masalah RD secara efektif diperlukan program dengan pendekatan holistik yang berfokus pada edukasi pasien, Upaya pengembangan sistem layanan Kesehatan mata yang baik, perubahan perilaku (pola hidup sehat), dan penatalaksanaan yang efektif mencakup pemeriksaan mata tahunan, dan layanan berkualitas baik yang terjangkau. Hal ini akan dapat tercapai dengan cara meningkatkan kerjasama antara layanan diabetes dan layanan kesehatan mata.
dr. Masniah, Sp. M, M. Kes