Polusi udara di luar ruangan merupakan salah satu faktor yang memiliki dampak signifikan terhadap masalah kesehatan masyarakat global. Selama beberapa dekade, riset telah menunjukkan hubungan yang kuat antara polusi udara dan dampak negaatif terhadap kesehatan. Bahaya kesehatan lingkungan yang paling dominan terkait polusi udara mencakup 3,7 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2012 ,dan 4,2 juta kematian pada tahun 2016. Peningkatan kematian akibat penyakit dari tahun 1990 hingga 2015 sebagian disebabkan oleh peningkatan tingkat polusi udara luar ruangan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada tahun 2016, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) mengklasifikasikan polusi udara luar ruangan sebagai karsinogen bagi manusia, sesuai dengan bukti yang ada, terutama untuk kanker paru-paru. Lalu lintas mobil merupakan sumber utama polusi udara luar ruangan di wilayah perkotaan maju. Pada beberapa tempat di Indonesia justru kebakaran hutan-lah yang menjadi penyebab timbulnya polusi udara di luar ruangan. Polusi udara luar ruangan terdiri dari polutan primer yang dilepaskan langsung ke atmosfer dan polutan sekunder yang terbentuk di udara akibat transformasi kimiawi polutan primer. Reaksi kimia ini dipengaruhi oleh suhu sehingga dapat dipengaruhi oleh pemanasan iklim global. Komponen polusi udara luar ruangan bersifat rumit dan dinamis dan mencakup ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), timbal (Pb), karbon monoksida (CO), dan partikel (PM). Komponennya bervariasi sesuai musim, dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan iklim. PM diklasifikasikan menjadi PM coarse (PM10, PM dengan diameter aerodinamis ≤ 10 μm), PM fine (PM2.5, PM dengan diameter aerodinamis ≤ 2.5 μm), dan PM ultrafine (PM1.0, PM dengan diameter aerodinamis ≤ 1,0 μm). Polutan sendiri terbentuk dari berbagai sumber. Misalnya, NO2 dan O3 di permukaan tanah (yang berasal dari efek sinar ultraviolet terhadap nitrogen dioksida) terutama dihasilkan dari sistem pembuangan kendaraan, sedangkan SO2 berasal dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur (misalnya pembangkit listrik tenaga batu bara). PM coarse terutama disebabkan oleh debu yang tersebar di tanah atau di udara; PM fine dan ultrafine terutama berasal dari knalpot kendaraan.
Selain penyakit paru, polusi udara juga mempengaruhi kesehatan di sistem lain seperti gangguan kulit maupun gangguan mata. beberapa riset menunjukkan akumulasi paparan polusi dapat memperburuk kesehatan mata atau bahkan dapat menyebabkan timbulnya penyakit mata baru. Beberapa Penyakit Mata yang dipengaruhi oleh paparan polutan adalah sebagai berikut:
1. Ocular Surface Disease (OSDs)
Ocular Surface Disease (OSDs) adalah istilah yang merujuk kepada kumpulan gangguan yang mempengaruhi permukaan mata terutama kornea, konjungtiva dan lapisan air mata. Di New Delhi, India, komponen transportasi yang menyebabkan polusi udara mencapai 72%, dan komponen industri mencapai 20% pada tahun 2003. Tingkat bahan partikulat tersuspensi (suspended particulate matter/SPM) di New Delhi lima kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata pengendalian tahunan. batas 60 mg/m3 yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di New Delhi yang bepergian setiap hari ke tempat kerja menggunakan kendaraan terbuka (misalnya skuter, sepeda motor, atau sepeda) selama lebih dari 10 tahun memiliki gejala penyakit mata bagian luar yang lebih banyak, seperti kemerahan, iritasi, robekan, rasa terbakar, dan mata kering. Dibandingkan dengan orang yang tinggal di dekat tempat kerja mereka. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi oksida nitrat (NO) dan NO2 yang lebih tinggi berhubungan dengan konjungtivitis yang lebih parah pada orang-orang di Paris. Penelitian lain dari Taiwan melaporkan bahwa kunjungan klinik rawat jalan poli mata dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan konjungtivitis nonspesifik karena peningkatan paparan PM coarse dan PM fine, NO2, SO2, dan O3. Penyakit konjungtiva yang disebabkan oleh polusi udara dapat bermanifestasi sebagai perubahan permukaan mata subklinis, yang sering menyebabkan ketidaknyamanan, seperti rasa terbakar dan berpasir, dan memerlukan kunjungan klinis. Selain itu, paparan polusi udara yang terus-menerus dapat mengakibatkan transformasi sel, termasuk hiperplasia sel goblet pada epitel konjungtiva manusia. Ketidaknyamanan akibat gangguan mata dapat mengganggu efisiensi kerja masyarakat sehari-hari dan mengurangi keselamatan lalu lintas.
Polusi udara juga dapat memperburuk penyakit mata kering. Disfungsi lapisan air mata dianggap disebabkan oleh dua mekanisme yang saling terkait: hiperosmolaritas dan ketidakstabilan lapisan air mata. Hiperosmolaritas air mata dapat menyebabkan perubahan pada permukaan mata dengan menginduksi serangkaian inflamasi pada epitel mata, yang menginduksi mediator inflamasi pada lapisan air mata. Kerusakan epitel menyebabkan kematian sel melalui apoptosis, hilangnya sel goblet dan penurunan produksi musin, yang menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata. Ketidakstabilan ini kemudian mengganggu hiperosmolaritas permukaan mata, sehingga memperparah mata kering.
2. Glaukoma
Sebuah penelitian dari Wang et al. melaporkan bahwa glaukoma berhubungan dengan tingginya tingkat PM fine. PM fine telah terbukti beracun bagi jaringan intraokular dan berkontribusi terhadap perkembangan penyebab hipertensi okular dan glaukoma. Secara mekanis, PM fine dan PM coarse menginduksi produksi Nitrit Oksida dan Interleukin-8, menyebabkan peningkatan stres oksidatif . Selain itu, PM fine juga meningkatkan stres oksidatif dan menginduksi piroptosis yang dimediasi inflamasi NLRP3, suatu bentuk kematian sel nonapoptosis pada sel trabecular meshwork, dalam sebuah penelitian in vitro. Studi lain juga melaporkan bahwa paparan PM fine menghambat proliferasi dan meningkatkan apoptosis pada sel retina saraf, yang mengakibatkan perkembangan abnormal retina saraf. Berdasarkan hasil studi Biobank di Inggris, partisipan di wilayah dengan konsentrasi PM fine lebih tinggi cenderung melaporkan diagnosis glaukoma dan memiliki lapisan macular ganglion cell–inner plexiform layer (GCIPL) yang lebih tipis, yang diukur dengan spectral-domain optical coherence tomography (SD-OCT), dibandingkan rekan-rekan mereka . Beberapa penelitian ada juga yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tekanan intraokular (IOP) dan paparan PM fine secara langsung, namun mungkin terjadi melalui mekanisme yang tidak bergantung pada efek neurotoksik dan/atau vaskular. Sun et al. merancang studi kasus-kontrol untuk menyelidiki apakah paparan PM fine berhubungan dengan diagnosis primary open-angle glaucoma (POAG) pada orang dewasa di Taiwan . Mereka menemukan bahwa peningkatan paparan PM fine dikaitkan dengan kejadian POAG. Dalam studi kohort retrospektif, Min et al. mengevaluasi apakah paparan PM coarse berhubungan dengan terjadinya glaukoma pada masa kanak-kanak. Hasilnya menunjukkan bahwa paparan PM coarse dalam jangka pendek dan jangka panjang meningkatkan kemungkinan berkembangnya glaukoma pada masa kanak-kanak. Temuan ini menyiratkan bahwa paparan PM coarse mungkin merupakan salah satu faktor risiko glaukoma pada masa kanak-kanak.
3. Retinopathy dan Maculopathy
Polusi udara dapat menyebabkan stres oksidatif, mengaktifkan jalur inflamasi, dan meningkatkan koagulasi. Retina rentan terhadap stres oksidatif karena tingginya kebutuhan oksigen dan tingginya proporsi asam lemak tak jenuh serta paparan cahaya. Selain itu, kerusakan oksidatif meningkat seiring bertambahnya usia, menyebabkan disfungsi retina dan hilangnya sel. Sebuah penelitian melaporkan bahwa epithelial–mesenchymal transition (EMT) dan aktivasi sel reactive oxygen species (ROS) mungkin menjadi penyebab disfungsi yang diinduksi PM fine pada sel retina. Akibatnya, retina yang pada orang usia lanjut berpotensi rentan terhadap kerusakan akibat polusi udara. Ada penelitian yang menggambarkan degenerasi makula miopia, degenerasi makula terkait usia, dan retinopati diabetik yang berhubungan dengan polusi udara . Dalam sebuah penelitian, paparan PM fine dan Nitrit Oksida dilaporkan meningkatkan peradangan permukaan mata dan peradangan retina, sehingga meningkatkan risiko terjadinya penyakit makula rabun. Sebuah studi Biobank di Inggris yang melibatkan lebih dari 50.000 orang menunjukkan bahwa paparan konsentrasi PM fine dan PM coarse yang tinggi dikaitkan dengan penipisan lapisan retina dalam dan luar. Studi kohort lain selama 10 tahun yang menganalisis hubungan antara database kesehatan nasional dan database kualitas udara menunjukkan bahwa paparan kronis terhadap konsentrasi NO2 atau CO yang tinggi secara signifikan meningkatkan risiko AMD (Age-related Macular Disease). Dalam studi cross-sectional di pedesaan Tiongkok oleh Shan et al. pada 3111 pasien diabetes, 329 di antaranya menderita retinopati diabetik. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa peningkatan paparan PM fine dengan konsentrasi tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko retinopati diabetik (DR) di antara pasien diabetes di pedesaan Tiongkok. Mereka menyebutkan bahwa PM dapat meningkatkan kadar glukosa dan menginduksi stres oksidatif, peradangan, aktivitas sitokin spesifik, dan disfungsi endotel, yang berkontribusi terhadap retinopati diabetik.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa polusi udara berperan sebagai faktor risiko yang signifikan dalam mendorong berbagai penyakit mata. Paparan terus-menerus terhadap polutan udara, seperti partikel kecil (PM), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3), dapat menyebabkan iritasi mata, kemerahan, dan ketidaknyamanan. Selain itu, polusi udara dapat berkontribusi pada perkembangan masalah mata kronis, termasuk sindrom mata kering, konjungtivitis, dan peningkatan risiko penyakit mata serius seperti katarak dan degenerasi makula. Kajian ilmiah juga menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat merusak lapisan air mata dan memicu reaksi inflamasi pada mata. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kesehatan mata dari efek negatif polusi udara menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Upaya untuk mengurangi tingkat polusi udara dan meningkatkan kesadaran akan dampaknya terhadap kesehatan mata di tingkat masyarakat akan memiliki dampak positif dalam melindungi kesehatan mata generasi mendatang.
dr. Masniah, Sp. M, M. Kes
Semoga bermanfaat buat semua ya